Tepatnya
di Blembeman II, Natah, Nglipar, Gunung Kidul, sebuah pedukuhan diantara
bukit-bukit yang membentang dari timur ke barat, sebuah pedukuhan yang damai
terasa dan dingin hawanya. Bukit yang terbentang menambah indahnya desa ini,
warga yang sangat ramah dan sangat sederhana pembawaannya. Untuk mencapai
kawasan ini, butuh sekitar 45 menit sampai 1 jam perjalanan dari kota
Yogyakarta, jalan menuju kesini cukup membuat sensasi tersendiri karena jalan
yang ditempuh tidak seperti jalan tol akan tetapi naik-turun.
Kita
akan merasakan sebuah keramahan yang sangat ketika menyapa orang-orang yang ada
disitu, keramahan akan orang jawa masih sangat kental terasa, dengan tata krama
dan unggah-ungguh yang hangat dan masih dijunjung tinggi. Kita dibuat terbelai
dengan hangatnya pedukuhan ini, apalagi ditambah dengan kumpulan
semangat-semangat anak-anak yang ada disini.
Ketika
kami membuat program kerja TPA dan Bimbingan belajar, setiap harinya mereka
semangat untuk mengikuti dengan antusias dan semangat yang bergelora. Jarang
absent dan hujan bukan menjadi halangan bagi mereka, semangat bergelora masih
tetap terpancar dari mata yang berbinar penuh harapan. Rasanya begitu
menyayangkan apabila dibiarkan begitu saja, dengan gerak langkah mereka menuju
masjid disetiap hari membuat masjid menjadi tempat yang menyenangkan untuk
menjadi tempat tongkrongan.
TPA masuk ba’da ashar sehabis sholat ashar,
tetapi biasanya anak-anak akan datang sebelum jam 3 sore, sepulang sekolah
mereka menghabiskan waktu untuk bermain di posko kami, menjelang sore mereka
baru pulang untuk makan siang dan ganti costum
untuk TPA, selepas itu kembali ke posko sembari menunggu ashar. TPA kami adakan
setiap hari senin-jum’at, dan sisanya kami liburkan, walaupun libur, sabtu dan
ahad mereka habiskan di sekitaran Posko ataupun lapangan sekitar Posko.
Kami adalah KKN Reguler Desa sebuah Perguruan
Tinggi di Yogyakarta, UAD Universitas Ahmad Dahlan. KKN menjadi sebuah semangat
tersendiri bagiku, dan mungkin juga teman-temanku, sebuah aplikasi tentang
sebuah pengabdian yang sungguh terasa, terlepas dari kata “Mencari Nilai” atau
bahkan memenuhi SKS kampus.
Disini saya belajar bagaimana melihat suatu
pemukiman warga yang notabene jauh dari kota dan mengandalkan sawah yang mereka
punya, mayoritas pekerjaan warga disini sebagai petani, komoditas tanaman yang
dihasilkan berupa kedelai dan jagung, jangan bayangkan hasil pertanian ini
dijual mahal, jagung yang kering ketika dijual perkilonya hanyalah 2 ribu perak
bahkan bisa Rp. 1.900,00 saja, padahal itu tak sebanding dengan perawatan yang
dikerjakan. Menjadi sebuah keuntungan menurut saya, warga yang jauh dari kota
menjadikan efek Globalisasi sedikit lambat disini, walaupun tidak memungkiri
anak-anak muda tidak lepas dari gaya mudanya.
Cerita lain, menjelang akhir penarikan saya
berkesempatan untuk mengunjungi salah satu warga yang rumahnya berada ditengah
sawah, jalan yang kami tempuh melewati jalan setapak yang ada disawah-sawah, jangan
bayangkan sepeda motor bisa parkir depan rumah, sepeda onthel saja kesulitan
nyampe ke halamannya. Ini adalah rumah andrean, anak TPA yang memiliki kelakuan
Unik dan suka Road Show dari Dusun satu ke Dusun lain, sehingga tak ayal, anak
ini begitu terkenal dan yang paling mudah diingat :D, banyak versi cerita
dengan satu keluarga ini, yang pasti mereka adalah warga termiskin se-Desa
Natah.
Melihat setiap realitas, rasanya menyayangkan
juga terkait dengan pendidikan mereka, banyak diantara remaja SMP-SMA yang
langsung Menikah, rata-rata memang seperti itu, kalaulah tak langsung menikah
mereka pergi bekerja keluar Desa, Jakarta menjadi pilihan utama mereka, dari
hasil investigasi lapangan, mereka bekerja di rumah makan saji ataupun
sejenisnya. Selama kami KKN memang sangat jarang bertemu dengan pemuda dan
kegiatannya, yah, memang perekonomian menjadi alasan atas urbanisasi yang
dilakukan.
Anak-anak disini sebenarnya memiliki
intelektual yang tidak kalah dengan anak kota, bahkan mereka mengantongi
semangat untuk belajar, ya memang kurang “Dipoles” saja. Akan tetapi berharap
harapan yang mereka inginkan dengan deklamasi cita-cita menjadi sebuah energy yang
tetap mengalir dalam diri mereka, dengan mimpi-mimpi yang akan mereka torehkan,
bukan mimpi para pendahulu mereka akan tetapi mimpi masa depan mereka. Kunjungan
awal, bahkan ada salah satu nenek mereka yang bercerita dengan ku ketika
menyebarkan pamflet kesehatan, saking lamanya bahkan teman-teman KKN ku
mencari-cari keberadaannku, apa yang dicurhatkan si nenek itu? Dia bercerita
tentang satu cucunya yang akan tetap melanjutkan sekolah tidak seperti
kakak-kakaknya yang sedari SMP sudah pada menikah, dia punya harapan untuk
membahagiakan orangtua dan neneknya, membangun rumah yang lebih baik, sebuah
mimpi dari anak SD.
Banyak pelajaran yang kami ambil, harapan ada
pada mereka, anak-anak Blembeman II yang begitu menakjubkan dengan semangat dan
keunikannya, menjadi lebih baik adalah sebuah pilihan, harapan adalah tanda
semangat akan realita, semoga kalian menjadi garda perbaikan di Kampung kalian J, moga berkesempatan untuk tetap saling
mengunjungi dan saling mentransfer semangat pada mereka.
Transmitter (Kamis, 29 Maret 2012 #Menanti SemProp)
0 komentar:
Posting Komentar