Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Jumat, 30 November 2012

Karna Memang Dia Bukan Pengamen


 Akhir pekan kali ini benar-benar sangat ku inginkan, bayangkan saja hari-hari kami dihabiskan didepan laptop seharian dari pagi sampai maghrib dan bisa jadi lebih dari itu. Ya, berkesempatan untuk magang kerja disebuah  perusahaan konsultan di Jakarta membuat kesan tersendiri bagiku. Bersama dua orang teman yang mengambil resiko, bukan resiko sebenarnya tapi tantangan untuk mengambil kesempatan magang ini memberikan banyak pelajaran bagiku khususnya.

Kami sempat berdiskusi untuk agenda akhir pekan kami di Jakarta, karna ini adalah moment untuk sedikit merefreshkan pikiran dan yang pasti sangat kami tunggu. Berbagai usulan agenda kami tawarkan. Dari pergi ketempat saudara temen di Lebak Bulus, pergi ketempat salah satu dari kami di Karawang, sekedar jalan-jalan mengelilingi Jakarta, ataupun bersantai di rumah. Hanya berbincang rencana saja kami begitu antusias. Dan pada akhirnya saya memilih untuk pergi ke Karawang, untuk bersilaturrahmi, menikmati perjalanan Jakarta-karawang ataupun sekedar keinginan untuk mendengar orang-orang sunda berbicara bahasanya di tanah mereka yaitu Jawa Barat.
“he, mau denger orang ngomong pake bahasa sunda ditempatku ?? “ katanya“hehe iya” jawabku enteng“hahahahhhahaha” sambungnya
Kami berangkat dari mampang prapatan dan mengambil jalur angkot menuju terminal kampung rambutan di Jakarta Timur, pengennya sih naik taksi ataupun media transportasi nyaman, tapi kantong kami kantong mahasiswa, angkot pun jadi karna memang tetap kami nikmati perjalanan kami. Matahari belumlah meninggi, memang masih pagi untuk melakukan perjalanan, kami berdua pergi ke Karawang dan satu teman lagi pergi sendiri ke Lebak Bulus.
Sampai lah kami di terminal kampong rambutan, ramai sudah orang berlalu-lalang, Jakarta memang kota padat, dari angkot yang sering ngerem mendadak karna macet, sering belak-belok semi ugal-ugalan karna berburu cepat sedangkan jalannya sempit dan merayap hingga sopir yang sering ngomel-ngomel sendiri dan gak kalah kernek pun juga ikut-ikutan, weleh makin membuat saya sedikit mengerutkan kening, apalagi bunyi “grak-grek” sungguh gak terlupakan.
Segera kami menuju bus jurusan Karawang, dan Agra Mas adalah bus yang kami pilih untuk menuju karawang. Seperti biasanya ada sensasi tersendiri ketika naik bus dengan dijumpai penjual dan pengamen, akan tertarik membeli ketika dibutuhkan dan menolak yang dirasa tidak terlalu membutuhkan. Begitu juga pengamen, ketika menarik tak segan untuk merogoh kantong, yang lainnya ? cukup senyuman saja. Bus melaju dan ini pertama kalinya saya menuju Karawang tempat teman saya, sangat saya nikmati perjalanan itu, sekedar memperhatikan suasana didalam bus ataupun menikmati pemandangan diluar walaupun suasana kota yang dirasa.
Pengamen silih berganti bahkan ada beberapa pengamen yang kreatif dengan lagunya, terbersit dalam hati “ya, begitulah cara mereka mencari rizki, butuh kreatif juga untuk menarik perhatian penumpang”. Perjalanan sudah separuh perjalanan, pengamen, penjual silih perganti, dan pada akhirnya 1 hal yang membuat kami tersentak. Seorang anak lelaki berucap salam dan ada yang berbeda dengan ini, bukan menyanyi seperti halnya pengamen sebelumnya, bukan pula berjualan dengan layaknya sales, bukan juga memainkan musik, tapi sungguh ini yang membuat saya mrinding dan saling menatap dengan teman saya, suaranya nyaring merdu bahkan indah. Lantunan Surat Al-Waqiah juz 27 mengawali, #Hafalan. Suaranya nyaring keras, hening terasa dari pada penumpang dan hanya suaranya saja yang ada, sesekali berhenti menarik nafas dan kemudian dia meneruskannya dengan lancar. Satu surat berhasil diselesaikannya, dan kemudian masih dia menambah surat lagi, kali ini surat An-Nazi’at juz 30, sangat lancar walaupun terengah-engah rasanya, tapi terdengar sama nyaringnya dan jelas makhrojnya.
Selesai anak itu membacanya, diambillah kopyan kecil dikepalanyaa dan mulailah dia berjalan dari depan kebelakang, menyodorkan ke penumpang dan ditemani senyumnya, sampailah ditempat duduk kami
“dek, kelas berapa e? ““kelas 5” jawabnya singkat dan ingin segera menuju ke penumpang lain,
Glek, kelas 5 SD ? rasanya ketika banyak waktu bertanya-tanya padanya, maka saya akan bertanya, dan mendengar ceritanya bagaimana episodenya. Tak bisa disebut pengamen atau bahkan penjual suara. Sangat membuat miris, potensinya dan keluguannya tertukarkan dengan kebutuhan hidup, dan saya rasa banyak nasib yang serupa dari anak-anak Nusantara ini dan yang pasti mereka dituntut untuk bekerja mencari nafkah, masa anak-anak mereka terenggut yang notabene masa anak-anak adalah masanya bermain, belajar dan semua itu pudar begitu saja.
Sesampainya di Karawang, anak itu masih saja terpikirkan dalam ingatan, kalaulah boleh member semangat padanya akan terlontar
Semangat dek, Pertahankan hafalannya, moga Allah memberikan terbaik selalu untukmu. :D, Tell the World dek, That You Never Give Up to face it. ~^o^~

0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons

Featured Posts